03.28
0

toko

Muqoddimah.
Harta perniagaan/perdagangan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dan sebagainya.
Hukumnya.
Pada perkara yang disepakati oleh para ulama disebut Ijma’. Dan perkara yang tidak atau belum disepakati oleh para ulama karena ulama masih berbeda dalam menetapkan hukumnya disebut khilafiyah. Ternyata diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang ada atau tidaknya zakat perniagaan (tijarah) yang membuat membuat masalah ini menjadi masalah khilafiyah.
Menurut Jumhur ulama sejak zaman shahabat, tabi’in, dan ahli fiqh sesudah mereka, barang dagangan wajib dizakati (Fiqhus Sunnah 1/291). Pendapat ini diriwayatkan dari shahabat Umar dan putranya ra, juga dari Ibnu Abbas ra. Dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Hasan Al-Bashri, Jabir bin Zaid, Maimun bin Mihran, Thawus, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu Hanifah, Ahmad, Ishaq dan Abu Ubaid. [Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 25/15].
Dasar mereka yang mewajibkan zakat perniagaan.
-         Firman Allah swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.  (Qs. Al Baqarah 2: 267).
Mujahid mengatakan: “Ayat ini diturunkan mengenai masalah perdagangan/tijarah”. [Subulus Salam 2/277; Kifayatul Akhyar 1/177; Syarhus Sunah 3/349; Sunan Kubra 4/146; Sunan Sughra 1/319; Aunul Ma’bud 4/425]
-         Firman Allah swt.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[1]dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.  (Qs. At Taubah 9: 103).
Berdasarkan ayat ini maka seluruh harta benda harus dizakati kecuali harta yang telah ditetapkan oleh Sunnah dan Ijma’. [Muwaththo’ Syarhu Zarqani 2/148]
-         Sabda Rasulullah saw.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنْ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
Dari Samurah bin Jundab ra: berkata: Amma ba’du: Maka sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan sedekah dari barang yang kami sediakan untuk perniagaan” (HR. Abu Dawud no. 1587, Baihaqi 4/141-147. Lihat Irwa’ no. 827).
-         Sabda Rasulullah saw.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْإِبِلِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْغَنَمِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْبَقَرِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْبُرِّ صَدَقَتُهُ
Dari Abu Dzar ra, berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Unta ada zakatnya, kambing ada zakatnya, sapi ada zakatnya, dan pada gandum juga ada zakatnya”. (HR. Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ibnu Syaibah di dalam Mushannafnya).
-         Atsar Umar bin Khattab ra.
عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ عَنْ أَبِيْهِ قال : مَرَّ بِيْ عُمَرُ فَقَالَ يا حِمَاس أدِّ زَكَاةَ مَالِكَ فَقُلْتُ : مَالِيْ مَالٌ إِلاَّ جِعَابٌ وَ أُدُم ! فَقَالَ : قَوِّمْهَا قِيْمَةً ثُمَّ أدِّ زَكَاتَهَا
“Dari Abi ‘Amr bin Himas dari bapaknya: “Pada suatu hari Umar melewatiku, lalu berkata: “Hai Himas tunaikan zakat hartamu!”. Aku menjawab: “Aku tidak punya harta kecuali kulit dan tempat panah”. Umar berkata: “Taksirlah nilainya lalu tunaikanlah zakat!” (HR. Syafi’I, 1/236, Daruqutni no. 213, dan Baihaqi4/147)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ القَارِي قَالَ : كُنْتُ عَلَى بَيْتِ الْمَالِ زَمَانَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَكَانَ إِذَا خَرَجَ الْعَطَاءُ جَمَعَ أَمْوَالَ التُجَّارِ ثُمَّ حَسَبَهَا غَائِبَهَا وَ شَاهِدَهَا ثُمَّ أَخَذَ الزَّكَاةَ مِنْ شَاهِدِ الْمَالِ عَنْ الْغَائِبِ وَالشَّاهِدِ
“Dari Abdurrahman bin Abdul Qari’: “Aku adalah bendahara baitul maal pada masa Umar bin Khattab, maka jika beliau mengeluarkan pemberian, beliau mengumpulkan harta para pedagang, kemudian menghitung baik yang pedagangnya sedang bepergian, maupun yang muqim lalu mengambil zakat tersebut “. (HR. Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 4/40).
عن أبِي قِلاَبة إنَّ عمَّالَ عُمَرَ قالُوا : يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمنِينَ إِنَّ التُّجَّارَ شَكَوْا شِدَّةَ التَّقْوِيْمِ فَقَالَ عُمَرُ : هاه هاه, هاه ! خفِّفُوا
“Dari Abu Qilabah: “Para juru ambil zakat pada masa Umar berkata: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya pada pedagang mengeluhkan tingginya penaksiran!” Umar berkata: ”Hah, hah ringankanlah!” (HR. Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 4/40).
Dan inilah dasar yang dipilih oleh Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunah 1/2912-923, Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi dalam Minhajul Muslim hal. 243, Syaikh Shalih bin Fauzan dalam Mulakhosh al-Fiqh 1/241, A. Hasan dalam Tarjamah Bulughul Maram hal. 275, Hasbi Ash-Shiddiqi dalam Pedoman Zakat hal. 97-100, juga Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fiqh Zakat, dan Imam Syafi’i dalam salah satu qaul (pendapat) nya.
Yang mereka menganggap tidak ada zakat perdagangan.
Adapun Dawud Azh-Zhahiri dan shahabatnya menyatakan tidak ada zakat terhadap tijarah (Fiqhussunah 1/292) dan juga diriwayatkan pendapat seperti ini dari Malik (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah hal. 15), namun penisbatan ini bertentangan dengan perkataan beliau dalam Al-Muwattha’. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 4/39-47, Shidiq Hasan Khan dalam Ar-Raudah An-Nadiyah 1/192-193, Asy-Syaukani dalam As-Sailul Jarar 2/26-27 dan Ad-Durari al-Mudhiyah 2/182-183 dan Al Muhaddits Al-Albani dalam Tamamul Minnah 363-368. Pendapat ini dipelopori oleh Atho’ bin Rabah dari ulama’ salaf.
Alasan mereka adalah:
1. Sabda Rasulullah saw:
فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا ألاَ هَلْ بَلَّغْتُ
“Sabda Nabi saw pada khutbah haji wada’: “Ingatlah, sesungguhnya Allah telah mengharamkan darah kalian dan harta kalian seperti keharaman hari ini, dinegeri ini, dan dibulan ini. Adakah aku sudah menyampaikannya?” (HR. Bukhari 8/106 (Al-Fath), Muslim no. 65, lihat Bahjatun Nazhirin 1/300 dan Irwa’ no. 1458).
2. Hadits Samurah bin Jundab Dhaif.
(Lemah) karena perawi yang bernama Ja’far bin Said, Khabib bin Sulaiman dan bapaknya seluruhnya majhul (tidak dikenal). Adz-Dzahabi berkata: “Ini adalah sanad yang gelap yang tidak bisa dijadikan sandaran hukum”. Al-Hafizh dalam At-Talkhish 2/217 berkata: “Di dalam sanadnya ada kemajhulan”. (untuk lebih rinci, lihat Al-Irwa’ no. 827). Al-Hafizh dalam Bulughul Maram no. 642 menyatakan: “Isnadnya layyin (tidak kuat)”. Hal ini di setujui oleh Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam 2/276. Asy-Syaukani berkata di dalam Sailul jarar: “Di dalam sanadnya ada beberapa rawi yang majhul”. Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla 4/40: “Adapun hadits Samurah adalah hadits yang gugur, karena seluruh perawinya kecuali Sulaiman bin Musa dan Samurah adalah majhul.
3. Hadits Abu Dzar juga Dha’if.
Lihat Dhaif Jamius Shaghir no. 3992, Silsilah Adl-Dla’ifah no. 1178, dan juga Faidlul Qadir 4/445 no. 5905. Ibnu Hajar berkata: “Isnadnya tidak shahih, perawi yang dipermasalahkan adalah Musa bin Ubaidah”. [Sailul Jarar 2/26].
4. Adapun atsar dari Umar dari Abi Amr bin Himas juga Dha’if, karena Abi Amr bin Himas majhul (tidak dikenal). Lihat Irwa’ no. 828 dan Al-Muhalla 4/41.
5. Adapun hadits Abu Qilabah maka ia adalah mursal atau dhaif, karena Abu Qilabah tidak semasa dengan Umar. Lihat Al-Muhalla 4/41.
6. Adapun hadits Abdurrahman bin Abdul Qari, maka dalam Al-Muhalla 4/41 Ibnu Hazm berkata: “Tidak ada hujjah bagi mereka untuk berdalil dengan atsar ini, karena disana tidak ada keterangan bahwa harta itu berupa barang dagangan. Jika barang itu barang dagangan, maka terkadang pedagang memiliki barang dagangan yang wajib dizakati, seperti emas, perak dll. Tidak boleh menambahkan penjelasan yang tidak terdapat dalam hadits. Barangsiapa yang melakukannya maka ia telah berbohong”.
Kesimpulan:
Karena terjadi khilafiyah dalam masalah ada zakat pada barang perdagangan atau tidak, untuk kehati-hatian dan menurut jumhur (mayoritas) ulama sejak zaman shahabat, tabi’in, dan ahli fiqh sesudah mereka, barang dagangan wajib dizakati (Fiqhus Sunnah 1/291), maka hendaklah mengeluarkan zakatnya karena Allah swt juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.  (Qs. Al Baqarah 2: 267).
Ibnu Taimiyah Rahimahullah juga berkata, “Para ulama empat madzhab dan ulama lainnya –kecuali yang keliru dalam hal ini- berpendapat wajibnya zakat barang dagangan, baik pedagang adalah seorang yang bermukim atau musafir. Begitu pula tetap terkena kewajiban zakat walau si pedagang bertujuan dengan membeli barang ketika harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak. … ” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 45).
Barang Perniagaan Yang Wajib Zakat.
Sabda Rasulullah saw.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنْ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
Dari Samurah bin Jundab ra: berkata: Amma ba’du: Maka sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan sedekah dari barang yang kami sediakan untuk perniagaan” (HR. Abu Dawud no. 1587, Baihaqi 4/141-147. Lihat Irwa’ no. 827). Hasan. Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram hadits no.513 Jilid III hal. 394. Ibnu Abdil Barr menyatakan hasan dan Abdul Ghani Al Maqdisi menyatakan hasan gharib. Wallahu A’lam.
Berdasarkan hadits diatas, maka semua barang yang dihalalkan diperdagangkan dalam Islam wajib dikeluarkan zakatnya. Barang dagangan (‘urudhudh tijarah) yang dimaksud di sini adalah yang diperjual-belikan untuk mencari untung.
Syarat Zakat Barang Dagangan.
  • Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhat) seperti jual-beli dan sewa atau  secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan wasiat.
  • Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih kuat dari zakat perdagangan, karena zakat tersebut disepakati oleh para ulama. Kecuali jika zakat tersebut di bawah nisab, maka bisa saja terkena zakat tijarah.
  • Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan karena setiap amalan tergantung niatnya.  Dan tijarah (perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
  • Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nisab dari emas atau perak, mana yang paling hati-hati dan lebih membahagiakan miskin. Sebagaimana dijelaskan bahwa nisab perak itulah yang lebih rendah dan nantinya yang jadi patokan dalam nisab.
  • Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun hijriyah). Jika barang dagangan saat pembelian menggunakan mata uang yang telah mencapai nisab, atau harganya telah melampaui nisab emas atau perak, maka haul dihitung dari waktu pembelian tersebut.
Nisab Barang Perdagangan dan Besar Zakatnya.
Nisab barang yang diperdagangkan disamakan dengan zakat emas dan perak. Emas wajib dizakati bila telah mencapai 20 Dinar[2] dan zakatnya 1/40 atau ½ Dinar[3](2,5%). Sabda Rasulullah saw.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ… وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ … =رواه ابو داود واحمد والبيهقي=
Dari Ali bin Abi Thalib ra, dari Nabi saw: … Tidak ada kewajiban bagimu yakni mengenai emas hingga engkau memiliki 20 Dinar. Maka apabila engkau telah memiliki 20 Dinar dan sudah memncapai satu tahun, maka zakatnya adalah ½ Dinar. Dan kelebihannya maka perhitungannya seperti itu. … Tidak wajib zakat pada suatu harta hingga menjalani masa satu tahun.  (HR. Abu Daud, Ahmad dan Baihaqi)
Perak nisabnya 200 dirham = 624 gram, zakatnya 1/40 = 5 dirham = 2,5 % = 15,6 gram. Sabda Rasulullah saw:
عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ عَفَوْتُ عَنْ الْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا وَلَيْسَ فِي تِسْعِينَ وَمِائَةٍ شَيْءٌ فَإِذَا بَلَغَتْ مِائَتَيْنِ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ  =رواه اصحاب السنن=
Dari Ali ra, berkata: Bersabda Rasulullah saw: Aku telah membebaskan dari zakat kuda dan hamba sahaya, maka keluarkanlah zakat perak yakni dari setiap 40 Dirham 1 dirham. Tapi tidak wajib kalau banyaknya bari 190 Dirham. Jika telah cukup 200 (Dirham), barulah kamu keluarkan 5 Dirham. (HR. Abu Dawud, An Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Catatan: 1 dirham = 3,12 gram. 200 dirham x 3,12 gram = 624 gram.
Modal Terkena Zakat atau Tidak.
Jika nilai modal itu masih tetap menjadi harta kekayaan misal sudah menjadi barang dagangan, maka modalnya terkena zakat. Namun bila modalnya adalah nilai yang hilang seperti membayar kontrak tempat usaha atau membangun ruko, maka modal tidak terkena zakat. Wallahu A’alm.
Cara Menghitung Zakatnya.
Perhitungan zakat barang dagangan = nilai barang dagangan[4] + uang yang ada + piutang yang diharapkan – hutang yang jatuh tempo[5].
Misalnya:
Nilai barang dagangan                   : Rp. 40.000.000,-
Uang tunai yang ada                     : Rp. 10.000.000,-
Piutang yang diharapkan               : Rp. 10.000.000,-
Hutang yang akan jatuh tempo       : Rp. 20.000.000,-
(40.000.000 + 10.000.000 + 10.000.000) – 20.000.000) x 2,5% = Rp. 1.000.000,-
Maka zakatnya pada tahun itu adalah Rp. 1.000.000,-
Dengan Barang Atau Nilainya?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa wajib mengeluarkan zakat barang dagangan dengan nilainya karena nisab barang dagangan adalah dengan nilainya. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dalam salah satu pendapatnya berpandangan bahwa pedagang boleh memilih dikeluarkan dari barang dagangan ataukah dari nilainya. Adapun Ibnu Taimiyah memilih manakah yang lebih maslahat (baik) bagi golongan penerima zakat.
Ancaman Bagi Yang Enggan Membayar Zakatnya
Firman Allah swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”  (Qs. At Taubah 9: 34-35).

[1] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
[2] Dinar Islam adalah uang emas 22 karat. 1 Dinar = 4.25 gram.
[3] Bila mengukur dengan gram, maka 20 Dinar = 85 gram dikeluarkan 1/40 = 2,125 gram.
[4] Dengan harga saat jatuh haul, bukan harga saat beli.
[5] Hutang yang dimaksud adalah hutang yang jatuh tempo pada tahun tersebut (tahun pengeluaran zakat). Jadi bukan dimaksud seluruh hutang pedagang yang ada. Karena jika seluruhnya, bisa jadi ia tidak ada zakat bagi dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar