BAB VI
DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR (DKB)
Tujuan Mempelajari Pokok Bahasan Ini :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini
mahasiswa mampu menjelaskan kedudukan diagnosis
kesulitan belajar, pengertian kesulitan
belajar, manifestasi gejala kesulitan belajar, langkah-langkah pokok dalam
diagnosis kesulitan belajar, konsep dasar pengajaran remedial, tujuan dan
fungsi pengajaran remedial, uraian tentang prosedur kegiatan pengajaran
remedial, dan pendekatan serta metode
pengajaran remedial.
A. Kedudukan Diagnostik Kesulitan Belajar dalam Belajar
Kesulitan belajar yang dialami individu atau
siswa yang belajar dapat diidentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar. Faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari
dalam diri siswa sangat terkait dengan kondisi-kondisi fisiologis dan
psikologisnya ketika belajar sedangkan faktor-faktor kesulitan belajar yang
berasal dari luar diri siswa banyak yang bersumber pada kurangnya fasilitas,
sebagai salah satu faktor penunjang keberhasilan aktivitas atau perbuatan
belajar.
Ketidakberhasilan
dalam proses belajar mengajar untuk mencapai suatu ketuntasan materi tidak dapat dilihat hanya
pada satu faktor saja, akan tetapi banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi
dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat dipersoalkan adalah: siswa
yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi dan kegiatan-kegiatan dalam proses
belajar. Jadi, yang terpenting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan
belajar adalah menemukan letak kesulitan belajar dan jenis kesulitan belajar
yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikan (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
Proses belajar merupakan hal yang
kompleks, di mana siswa sendiri yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya
aktivitas atau perbuatan belajar. Dalam kegiatan-kegiatan belajarnya, siswa
menghadapi masalah-masalah secara intern dan ekstern. Jika siswa tidak dapat
mengatasi masalahnya, maka siswa tidak dapat belajar dengan baik. Dimyati dan
Mudjiono (1994 : 228 – 235) mengatakan: Faktor-faktor intern yang dialami dan
dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar adalah sebagai
berikut:
1.
Sikap
terhadap belajar
2.
Motivasi
belajar
3.
Konsentrasi
belajar
4.
Mengolah
bahan belajar
5.
Menyimpan
perolehan hasil belajar
6.
Menggali
hasil belajar yang tersimpan
7.
Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil kerja
8.
Rasa
percaya diri siswa
9.
Inteligensi
dan keberhasilan belajar
10.
Kebiasaan
belajar
11.
Cita-cita
siswa.
Selanjutnya,
berdasarkan faktor-faktor ekstern ditinjau dari siswa, ditemukan beberapa
faktor yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono, (1994)
menyebutkan faktor-faktor tersebut, sebagai berikut:
1.
Guru
sebagai pembina siswa belajar
2.
Prasarana
dan sarana pembelajaran
3.
Kebijakan
penilaian
4.
Lingkungan
sosial siswa di sekolah
5.
Kurikulum
sekolah.
Dalam Buku
II Modul Diagnostik Kesulitan Belajar dan
Pengajaran Remedial, Depdikbud
Universitas Terbuka (1985) menjelaskan: Bila telah ditemukan bahwa sejumlah
siswa tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan materi yang ditetapkan,
maka kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan kepada:
1.
Bakat yang
dimiliki siswa yang berbeda antara satu dari yang lainnya,
2.
Ketekunan
dan tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam menguasai bahan yang dipelajarinya
3.
Waktu yang
tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat siswa yang
sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya
4.
Kualitas
pengajaran yang tersedia yang dapat sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta
karakteristik individu
5.
Kemampuan
siswa untuk memahami tugas-tugas belajarnya
6.
Tingkat
dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya
apa dengan cukup mengulang dengan cara yang sama mengambil alternatif kegiatan
lain melalui pengajaran remedial.
Jadi,
proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan kesulitan belajar siswa dan
menentukan kemungkinan cara mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar.
B. Pengertian Kesulitan Belajar
Pada
umumnya, “kesulitan belajar” merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai
dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga
memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya. Prayitno, dalam
buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola
Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran,
Depdikbud (1995/1996:1-2) menjelaskan: Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hambatan-hambatan tersebut
mungkin dirasakan atau mungkin tidak dirasakan oleh siswa yang bersangkutan.
Jenis hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam
keseluruhan proses belajar mengajar.
Dapat dikatakan
bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam
proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapainya berada
dibawah yang semestinya. Alan O. Ross
(1974), mengatakan “A learning difficulty
represente a discrepancy between a chill’s estimated academic potential and his
actual level of academic performance”.
Selanjutnya,
bila dikembangkan pemahaman konsep kesulitan belajar maka pengertian kesulitan
belajar mempunyai suatu pengertian yang sangat luas dan mendalam, termasuk
pengertian-pengertian: “learning disorder”,
“learning disabilities”, “learning disfunction”, “underachiever”, dan “slow
learners”.
Dari kesulitan-kesulitan belajar di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut: Learning
disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan di mana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Learning disabilities atau
ketidakmampuan belajar adalah mengacu kepada gejala dimana anak tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar yang dicapai
berada di bawah potensi intelektualnya.
Learning disfunction, mengacu kepada gejala dimana proses belajar tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan-gangguan psikologis
lainnya. Underachiever, adalah
mengacu kepada anak-anak yang memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Kemudian,
slow learner (lambat belajar) adalah
anak-anak yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga anak tersebut
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sekelompok anak lain yang
memiliki taraf intelektual yang sama. Individu yang tergolong dalam
pengertian-pengertian tersebut di atas, akan mengalami kesulitan belajar yang
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam proses belajarnya.
Kesulitan
belajar, pada dasarnya merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis
manifestasi tingkah lakunya. Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk tingkah laku.
Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang
dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala
ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif dan afektif, baik
dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya.
Beberapa ciri tingkah
laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara
lain:
a
Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
b
Hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat, tapi nilainya yang dicapainya selalu
rendah.
c
Lambat
dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang
tersedia.
d
Menunjukkan
sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.
e
Menunjukkan
tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri,
tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya.
f
Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Sejalan
dengan apa yang dikemukakan di atas Burton (1952 : 622 – 624)
mengidentifikasikan seseorang siswa itu dapat dipandang atau dapat diduga
sebagai mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan (failure) tertentu dalam
mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Oleh karena itu, Burton mendefinisikan
kegagalan belajar, sebagai berikut:
1.
Siswa
dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan (mastery level), minimal dalam pelajaran tertentu
seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru (criterion referenced).
2.
Siswa
dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya,
inteligensi, bakat), ia diramalkan (predicted)
akan dapat mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut.
3.
Siswa
dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas
perkembangan, termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase
perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang
bersangkutan (norm referenced).
4.
Siswa
dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan (mastery level) yang
diperlukan sebagai prasyarat (prerequisiti)
bagi kelanjutan (continuity) pada
tingkat pelajaran berikutnya.
Dengan
demikian dari empat pengertian kesulitan belajar atau kegagalan belajar di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat diduga sebagai mengalami
kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf
kualifikasi hasil belajar tertentu dan dalam batas-batas tertentu.
C. Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar (DKB)
Salah satu tugas lembaga pendidikan formal adalah
menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan
potensi diri yang dimilikinya, dan sesuai pula dengan lingkungan yang ada.
Kenyataan masih juga dijumpai, bahwa ada sementara siswa yang memperoleh
prestasi hasil belajarnya jauh di bawah ukuran rata-rata (average) atau norma yang telah ditetapkan bila dibandingkan dengan
teman-teman dalam kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah siswa, secara
potensial diharapkan memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi prestasinya
biasa-biasa saja, bahkan mungkin lebih rendah dari teman lain yang potensinya
lebih kurang dari dirinya.
Untuk mengetahui potensi seorang siswa, dapat dilihat
dari prestasi sebelumnya dengan melakukan observasi atau akan lebih teliti bila
digunakan tes psikologis, misalnya lewat tes inteligensi atau tes bakat.
Apabila ada indikasi, bahwa mereka mengalami kesulitan dalam aktivitas
belajarnya, maka mereka membutuhkan
bantuan secara tepat dan dapat dilakukan dengan segera. Bantuan yang diberikan
itu, akan berhasil dan dapat dilaksanakan secara efektif apabila kita secara
teliti dapat memahami sifat kesulitan yang dialami, mengetahui secara tepat
faktor yang menyebabkannya serta menemukan berbagai cara mengatasinya yang
relevan dengan faktor penyebabnya.
Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan
Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud (1996) mengatakan bahwa
secara skematik langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar untuk
kegiatan bimbingan belajar, sebagai berikut:
1 2 Identifikasi ------------------------------------------> Identifikasi
Kasus
Masalah
6
5 4 3
Rekomendasi <---------- Progosis <--------- Identifikasi
Referal
Faktor Penyebab
6 Pengulangan Remedial
-----------------------------------------> Pengayaan
Pengukuhan
Percepatan
Berikut
ini, penjelasan skema di atas tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial
kesulitan belajar, sebagai berikut :
1.
Identifikasi
Kasus
Pada langkah ini,
menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar. Cara-cara yang
ditempuh dalam langkah ini, sebagai berikut:
a.
Menandai
siswa dalam satu kelas untuk kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar.
b.
Caranya,
ialah dengan membandingkan posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi
kelompok atau dengan kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.
c.
Teknik
yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:
(1)
Meneliti
nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku
leger), dan kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan
kriteria yang telah ditentukan.
(2)
Mengobservasi
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang
dalam proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.
2.
Identifikasi
Masalah
Setelah
menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan
belajar, maka langkah berikutnya adalah menentukan atau melokalisasikan pada
bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Antara
bidang studi tentu saja ada bedanya, karena itu guru bedang studi lebih
mengetahuinya. Pada tahap ini kerjasama antara petugas bimbingan dan konseling,
wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam mengatasi
kesulitan belajarnya. Cara dan alat yang dapat digunakan, antara lain:
a.
Cara yang
langsung dapat digunakan oleh guru, misalnya:
(1)
Tes
diagnostik yang dibuat oleh guru untuk bidang studi masing-masing, seperti
untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik
ini dapat diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami
siswa.
(2)
Bila tes
diagnostik belum tersedia, guru bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai
bahan untuk dianalisis. Apabila tes yang digunakan dalam ujian tersebut memiliki
taraf validitas yang tinggi, tentu akan mengandung unsur diagnosis yang tinggi.
Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid dalam
batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
(3)
Memeriksa
buku catatan atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan
membantu dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
Mungkin pula untuk
melengkapi data di atas, bisa bekerjasama dengan orang tua atau pihak lain yang
erat kaitannya dengan lembaga sekolah. Caranya, antara lain:
a
Menggunakan
tes diagnostik yang sudah standar
b
Wawancara
khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini.
c
Mengadakan
observasi yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah.
d
Wawancara
dengan guru pembimbing dan wali kelas, dengan orang tua atau dengan teman-teman
di sekolah.
3.
Identifikasi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor penyebab
kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
a.
Faktor
internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal
ini antara lain, disebabkan oleh:
(1)
Kelemahan
fisik, pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya.
(2)
Kelemahan
mental: faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui
dengan tes psikologis.
(3)
Gangguan-gangguan
yang bersifat emosional.
(4)
Sikap
kebiasaan yang salah dalam mempelajari materi pelajaran.
(5)
Belum
memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi
pelajaran lebih lanjut.
b.
Faktor
eksternal, yaitu faktor yang berasal
dari luar diri siswa, sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain:
(1)
Situasi
atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif
antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”).
(2)
Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.
(3)
Beban studi yang terlampau berat.
(4)
Metode mengajar yang kurang menarik
(5)
Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan
belajar
(6)
Situasi rumah yang kurang kondusif untuk
belajar.
Untuk memperoleh berbagai
informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan bekerjasama dengan
berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini. Misalnya, untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan
dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang kemampuan potensial
siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau
dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat
mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan kebiasaan belajar,
wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua, dengan siswa itu sendiri, atau
dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang dapat ditempuh.
4.
Prognosis/Perkiraan
Kemungkinan Bantuan
Setelah mengetahui letak
kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan
faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan kemungkinan bantuan
atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar siswa. Pada langkah
ini, dapat menyimpulkan tentang:
a.
Apakah
siswa masih dapat ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau
tidak ?
b.
Berapa
waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut ?
c.
Kapan dan
di mana pertolongan itu dapat diberikan ?
d.
Siapa yang
dapat memberikan pertolongan ?
e.
Bagaimana
caranya agar siswa dapat ditolong secara efektif ?
f.
Siapa
sajakah yang perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut,
dan apakah peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing-masing pihak
dalam menolong siswa tersebut ?
5.
Referal
Pada langkah ini,
menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan. Rencana
ini hendaknya mencakup:
a.
Cara-cara
yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa
yang bersangkutan.
b.
Menjaga
agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Dalam membuat rencana
kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan sebaiknya, didiskusikan
dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang berkepentingan, yang
diperkirakan kelak terlibat dalam proses pemberian bantuan.
Prosedur dan
langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar di atas, tampaknya lebih cenderung
bersifat kuratif, dalam arti upaya mendeteksi siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar setelah kegiatan belajar selesai dilaksanakan atau setelah
diketahui prestasi belajar/hasil belajar siswa. Namun, dapat juga mengembangkan
suatu prosedur diagnostik yang tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga dapat
bersifat preventive developmental.
Misalnya, sebelum pelajaran dimulai dapat memberikan test entering behavior atau pretest.
Data yang diperoleh dengan tes tersebut dapat dijadikan dasar untuk memprediksi
taraf kesiapan untuk mengikuti pelajaran.
Dari data yang diperoleh
siswa dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang lebih homogen,
sehingga memudahkan untuk memperlakukannya dalam mengajar. Cara ini merupakan
tidakan atau upaya pencegahan (preventive).
Contoh lain, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru dapat mengamati
kegiatan dan pekerjaan siswa dengan begitu guru dapat mengetahui kekeliruan-kekeliruan
yang dibuat oleh siswa dan dengan segera dan langsung memberikan upaya bantuan.
Dalam kegiatan ini adalah merupakan upaya diagnostik yang lebih bersifat
pengembangan (developmental) karena
dengan upaya itu siswa pada setiap saat dapat memperbaiki kekeliruannya
sehingga sangat diharapkan dapat memperoleh kemajuan belajar secara kontinyu.
Kemajuan belajar siswa dilihat sebagai suatu indikasi adanya perubahan kearah
kemajuan yang ditunjukkan dengan prestasi belajar yang diperoleh siswa.
Dalam melaksanakan
pengajaran remedial, bahwa boleh jadi akan terjadi pengulangan (repetition), pengayaan (enrichment), pengukuhan (reinforcement), dan percepatan (acceleration). Karena itu, meyangkut
segala kegiatan dan pelaksanaannya hendaknya dicermati dengan sungguh-sungguh
agar hasilnya memuaskan dan optimal keberhasilannya. Remedial yang dilakukan
oleh guru, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa, perlu
dilakukan evaluasi kembali.
D. Konsep Dasar Pengajaran Remedial
Pengajaran
Remedial, yaitu suatu proses kegiatan pelaksanaan program belajar mengajar
khusus bersifat individual, diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar, yang bersifat mengoreksi (menyembuhkan) siswa yang mengalami gangguan
belajar tersebut sehingga dapat mengikuti proses belajar mengajar secara
klasikal kembali untuk mencapai prestasi optimal.
Jika
tidak dilakukan program pengajaran remedial, maka siswa tersebut secara
kumulatif akan semakin ketinggalan dan tidak dapat mengikuti proses belajar
mengajar secara klasikal. Akibatnya siswa semakin merasa rendah diri karena
rendah prestasi. Ada pula siswa yang rendah prestasi tidak dapat mengikuti
proses belajar mengajar secara klasikal, terus mencari kompensasi dengan
mengganggu suasana kelas, berbuat ramai, melempar teman, mencari perhatian.
Karena itu, guru harus memahami pentingnya pengajaran remedial dan sanggup
melaksanakannya.
E. Prosedur Pengajaran Remedial
Dalam
pelaksanaannya, pengajaran remedial mengikuti prosedur, sebagai berikut:
1.
Langkah
pertama: Penelaahan Kembali Kasus
Guru menelaah kembali secara lebih dalam tentang siswa yang
akan diberi bantuan. Dari diagnosis kesulitan belajar yang sudah diperoleh
lebih dahulu guru perlu menelaah lebih jauh untuk memperoleh gambaran secara
definitif tentang siswa yang dihadapi, permasalahannya, kelemahannya, letak
kelemahan, penyebab utama kelemahan, berat ringannya kelemahan, apakah perlu
bantuan ahli lain, merencanakan waktu dan siapa yang melaksanakan.
2.
Langkah
kedua: Alternatif Tindakan
Setelah memperoleh gambaran lengkap tentang siswa, baru
direncanakan alternatif tindakan, sesuai dengan karakteristik kesulitan siswa.
Alternatif pilihan tindakan bagi kasus
yang mendapatkan kesulitan di dalam belajar, maka langsung saja melakukan
remedial, dan jika ditemukan kasus yang memiliki kesulitan belajar dan memiliki
masalah di luar itu, seperti masalah sosial psikologis dan sebagainya, maka
sebelum diremedial kasus harus mendapatkan layanan konseling, layanan
psikologis dan atau layanan psikoterapis terlebih dahulu.
Alternatif tindakan ini
dapat berupa:
a.
Mengulang
bahan yang telah diberikan dan diberi petunjuk-petunjuk:
(1)
Memahami
istilah-istilah kunci/pokok yang ada dalam TIK.
(2)
Memberi
tanda bagian-bagian penting yang merupakan kelemahan siswa.
(3)
Membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa.
(4)
Memberi
dorongan dan semangat belajar.
(5)
Menyediakan
bahan-bahan lain untuk mempermudah.
(6)
Mendiskusikan
kesulitan-kesulitan siswa.
b.
Memberi
kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuh.
Disini dimaksudkan untuk memperkaya bahan yang telah diberikan kepada siswa,
misalnya:
(1)
Kegiatan
apa yang harus dikerjakan siswa.
(2)
Bahan apa
yang dapat menunjang kegiatan yang sedang dilakukan.
(3)
Bagian
mana yang harus mendapat penekanan.
(4)
Pertanyaan
apa yang diajukan untuk memusatkan pada inti masalah.
(5)
Cara yang
baik untuk menguasai bahan.
c.
Tindakan
yang berupa referal
Jika kesulitan belajar disebabkan oleh
faktor sosial, pribadi, psikologis yang di luar jangkauan guru, maka guru
melakukan alih tangan kepada ahli lain, misalnya: konselor, psikolog, terapis,
psikiater, sosiolog, dan sebagainya.
3.
Langkah
ketiga: Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada akhir pengajaran
remedial perlu dilakukan evaluasi, seberapa pengajaran remedial tersebut
meningkatkan prestasi belajar. Tujuannya untuk mencapai tingkat kebehasilan 75%
menguasai bahan. Jika belum berhasil, kemudian dilakukan diagnosis kembali,
prognosis dan pengajaran remedial berikutnya; demikian seterusnya sampai
beberapa siklus hingga tercapai tingkat keberhasilan tersebut.
F.
Pendekatan dan Metode Pengajaran Remedial
Ada tiga pendekatan
pengajaran remedial, yaitu:
1.
Pendekatan
Pencegahan (preventive approach)
Sebelum
proses belajar mengajar dimulai guru seharusnya berusaha dengan berbagai cara
untuk mengetahui kondisi awal para siswa, dan memprediksi beberapa siswa yang
mungkin akan mengalami kesulitan. Dengan demikian, guru dapat mencegah
kesulitan berkembang secara berlarut-larut dengan menggunakan multi media,
multi metode, alat peraga yang lengkap dan gaya mengajar yang menarik dalam
proses belajar mengajar.
2.
Pendekatan
Penyembuhan (curative approach)
Pendekatan ini diberikan terhadap siswa
yang nyata-nyata telah mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar
mengajar. Gejalanya, prestasi belajar sangat rendah dibandingkan dengan kriteria,
misalnya 75% penguasaan bahan.
3.
Pendekatan
Perkembangan (developmental approach)
Guru dituntut senantiasa mengikuti
perkembangan siswa secara sistematis. Caranya, guru secara terus menerus
memonitor kegiatan siswa selama proses belajar mengajar. Setiap menemui
hambatan, segera dipecahkan bersama siswa secara terus menerus.
G. Rangkuman
Kesulitan belajar yang dialami siswa, diidentifikasi melalui
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Ada dua faktor yang
mempengaruhinya, yaitu: faktor yang berasal dari dalam diri siswa sebagai
faktor intern dan faktor yang berasal dari luar diri siswa sebagai faktor
ekstern. Pengelompokkan faktor-faktor tersebut di atas, sebagai berikut:
Faktor-faktor intern, adalah: 1). Sikap terhadap belajar, 2). Motivasi belajar,
3). Konsentrasi dalam belajar, 4). Mengolah bahan belajar, 5). Menyimpan
perolehan hasil belajar, 6). Menggali hasil belajar yang tersimpan, 7).
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja, 8). Rasa percaya diri siswa, 9).
Inteligensi dan keberhasilan belajar, 10). Kebiasaan belajar, 11). Cita-cita
siswa. Sedangkan, faktor-faktor ekstern, adalah: 1). Guru sebagai pembina siswa
dalam belajar, 2). Prasarana dan sarana pembelajaran, 3). Kebijakan dalam
penilaian, 4). Lingkungan sosial siswa di sekolah, 5). Kurikulum sekolah.
Bila kemudian ditemukan sejumlah siswa tidak memenuhi
kriteria persyaratan ketuntasan materi yang ditetapkan, maka kegiatan diagnosis
terutama harus ditujukan kepada: 1). Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda
antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, 2). Ketekunan dan tingkat usaha
yang dilakukan siswa, 3). Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup
tertentu sesuai bakat siswa, 4). Kualitas pengajaran yang tersedia sesuai
dengan tuntutan kebutuhan dan karakteristik siswa, 5). Kemampuan siswa untuk
memahami tugas-tugas belajarnya, 6). Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita
siswa.
“Kesulitan Belajar”, adalah suatu kondisi dalam proses
belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil yang optimal. Pemahaman akan konsep kesulitan belajar sangat
luas, termasuk pengertian-pengertian: “learning
disorder”, “learning disabilities”, “learning
disfunction”, “underachiever”, dan “slow
learners”.
Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan
manifestasi gejala kesulitan belajar: 1). Menunjukkan hasil belajar yang rendah
dibawah rata-rata nilai kelompok, 2). Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan
usaha yang telah dilakukan, 3). Lambat dalam melakukan tugas kegiatan belajar,
4). Menujukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti: acuh ta acuh, menentang,
berpura-pura, dusta, 5). Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan,seperti:
membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di
dalam dan di luar kelas, tidak mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan
belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, 6).
Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam mengahadpi situasi
tertentu.
Prosedur dan teknik diagnosis kesulitan belajar, dapat
ditempuh dengan melaksanakan langkah-langkah, sebagai berikut: 1). Identifikasi
kasus, 2). Identifikasi masalah, 3). Identifikasi faktor penyebab kesulitan
belajar, 4). Prognosis/Perkiraan kemungkinan bantuan, 5). Referal, dimaksudkan
untuk menyusun rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan.
Pengajaran remedial, yaitu: Proses pelaksanaan program
belajar mengajar khusus secara individual kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan), sehingga dapat mengikuti proses
belajar mengajar secara klasikal lagi, sehingga dapat mencapai prestasi belajar
yang optimal.
Prosedur pengajaran remedial meliputi tiga langkah,
sebagai berikut:
1.
Menelaah
secara mendalam untuk mengetahui secara pasti masalah, kesulitan, kelemahan,
letak kelemahan dan sebab utama kelemahan untuk mempertimbangkan perlunya ahli
lain.
2.
Memberikan
alternatif tindakan: Mungkin siswa perlu mengulang bahan yang telah diberikan,
diberikan bahan pengayaan atau direfer ke ahli lain.
3.
Evaluasi:
Tujuannya untuk mengetahui seberapa prestasi belajar meningkat setelah diberi
pengajaran remedial, yang diharapkan sebesar 75%. Jika belum mencapai harapan,
perlu dilakukan diagnosis kembali, prognosa dan remedial lagi, sampai beberapa
siklus hingga berhasil.
Pendekatan pengajaran remedial meliputi tiga
macam, yaitu:
1.
Pengajaran
preventif, diberikan kepada siswa untuk mengantisipasi jangan sampai menemui
kesulitan.
2.
Pendekatan
kuratif, diberikan kepada siswa yang telah mengalami kesulitan dalam proses
belajar mengajar, sehingga perlu disembuhkan atau dikoreksi.
3.
Pendekatan
developmental, di mana guru secara terus menerus memonitor kegiatan belajar
mengajar, yang setiap ditemui hambatan segera dipecahkan. Guru secara
sistematis mengikuti perkembangan siswa.
H. Latihan
1.
Jelaskan
dan masukkan ke dalam dua pengelompokkan, faktor-faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar !
2.
Jelaskan
apa yang dimaksudkan dengan “kesulitan belajar” !
3.
Jelaskan
apa yang dimaksudkan dengan: “learning
disorder”, “learning disabilities”, learning disfunction”, “underachiever”,
dan “slow learners” !
4.
Kemukakan
ciri-ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar
?
5.
Kemukakan
pandapat anda, apa yang dapat dikatakan sebagai “kegagalan belajar” dari
seorang siswa yang sedang belajar ?
6.
Buatlah
skema dan kemudian anda jelaskan langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar !
7.
Jelaskan
yang dimaksud pengajaran remedial !
8.
Jelaskan
karakteristik siswa yang cocok diberikan alternatif dua a (2a), yaitu mengulang
bahan !
9.
Diberikan
kepada karakteristik siswa yang mana, cocok diberikan bahan setara atau
pengayaan (alternatif 2 b) ?
10.
Yang perlu
direfer oleh guru kelas siswa yang seperti apa, beri contoh ?
11.
Jelaskan
pentingnya evaluasi pengajaran remedial !
12.
Apa
tindakan guru, jika pengajaran remedial belum mencapai tingkat keberhasilan 75%
penguasaan bahan ?
13.
Jelaskan
masing-masing jenis pendekatan pengajaran remedial !
I. Daftar Pustaka
Alan O. Ross. 1974. Psychological Disorder of Children. Mc.
Graw-Hill Kogakusha Ltd. Tokyo.
Burton H. W. 1952. The Guidance of Learning Activities.
N.Y. Appleton Century-Craffts. Inc.
Depdikbud, Universitas
Terbuka.1984/1985. Modul Diagnostik
Kesulitan Belajar dan Pengajaran
Remedial. Jakarta.
Dimyati &
Mudjiono.1994. Belajar dan Pembelajaran.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud. Jakarta.
Prayitno. 1995/1995. Materi Layanan Pembelajaran. Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling
(“Dari Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”). Depdikbud. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar